Senin, 09 Maret 2015

Malaikat Tanpa Sayap


Aku menatap awan, terang di langit
Serta kudapati seberkas cahaya yang bertahta
Sinarnya redup, teduh tenang
Membawa kesejukan, dalam hatiku gundah
Merangkai kata, menyusun ucap
Kumulai terpaku, Terpana terbata
Ujung di bibir, lukisan mata, lampaui indah pelangi surya di sana
Kumelihat dalam senyumannya, tatapan yang tajam
Kiranya aku dapat menerka
Meneroka seberapa dalam rasaku ini
Namun, ku tak kuasa
Untuk ungkapkan semua
Karena yang lain, anggap aku tlah melampaui batas Meski semua sudah menjadi titah
Bahwa itu memang Hukum Alam Yang Kuasa
Kau tak mampu mengubah
Apalagi aku hanyalah hamba yg lemah
Kuterangkan ini, dalam senja
Kukatakan dgn sejujurnya
Memang tak dapat kupungkiri.
Memang aku menyimpan sejuta rasa
Rasa kasih, rasa sayang, rasa cinta 

Yang tak bisa kuungkapkan
Padamu Malaikat Tanpa Sayapku itu
Dialah Ibu...

itulah sepenggal puisi yg ku rurangkai melalu untaian kata untukmu Ibuku yg telah berjuang dalam suatu pertempuran berdarah-darah hanya untuk menghadirkanku dalam dunia fana ini.

Mungkin akan perlu banyak huruf, kata, kalimat untuk bercerita dan merangkai kata menjadi kalimat jika itu tentang kau Ibu. Malaikat tanpa sayap yg selalu hadir, selalu menjadi obat, selalu menjadi penyejuk jiwa bagi anak-anaknya. Malaikat yg diutus allah yang tak bosan-bosannya mengingatkan, menasihati, serta mendidik anak-anaknya agar selalu berada di jalan yg benar. berada di jalan sang MahaBaik, sang Kholik yg menciptakanmu hadir di dunia ini untuk menjaga, melindungi, dan menyayangiku.

Entah berapa pukulan, berapa makian, berapa cubitan yang telah kuterima dari sosok ibuku karena kenakalanku. Tapi tetap tak dapat kuelakan cinta yg begitu besar yg terpancar dari kedua matanya. Telah kusaksikan sendiri betapa hebat perjuangannya memerah keringat, berjalan belasan kilometer untuk bekerja guna menyenangkan anak-anaknya.

Ibuku memang bukan ibu yg biasa. ia seorang wanita tangguh. Bukan hanya berjuang bertaruh nyawa untuk melahirkan ku ke dunia ini. Namun ia juga wanita tangguh yg berjalan belasan kilometer dengan sepeda motornya untuk bekerja di kota seberang. ibuku adalah seorang pahlawan tanpa tanda jasa, yg memberikan cahaya bagi dunia, memberi ilmu pada muridnya. Ya ibuku adalah seorang guru bahasa jawa di sebuah sekolah disuatu kota kecil yaitu Purbalingga yg letaknya sekitar belasan kilometer dari rumahku Purwokerto. Tentu bukan perjuangan yg bisa dianggap ringan. Pekerjaan itu ia lakoni setiap hari tanpa memandang rasa lelah. keringat yg bercucuran saat ia pulang dan tiba di rumah menjadi saksi buta bagaimana begitu lelahnya ibuku bekerja guna untuk menyenangkan, membahagiakan anak-anaknya.

tak ada lagi kata yg bisa terucap dari mulutku untuk melukiskan sosok wanita hebat, wanita kuat, wanita perkasa itu. aku hanya bisa mengucap banyak terima kasih yg tiada henti untuk mu ibuku untuk waktu, kasih sayang, keringat yg bercucur dr dahimu, kesabaranmu menghadapi kelakuanku yg merepotkanmu. Maafkan anakmu yg selalu membuatmu susah, sedih dan kadang membuat air matamu menetes. mungkin hanya kata terima kasih dan maaf yg bisa terucap dari mulutku untukmu ibuku. I love you Ibu. Dahulu, kini, dan selamanya.

-Salsa Adi Aldila-
Senin, 9 Maret 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar